Muqassah

Muqassah adalah salah satu transaksi yang penting di dalam ekonomi syariah, para pakar ekonomi syariah mempunyai beberapa definisi , yaitu :

1.      Muqassah adalah “ set-off atau penyelesaian dari pinjaman yang sudah jatuh tempo oleh debitur  kepada creditur yang pada saat yang sama juga mempunyai pinjaman dari debitur, dengan kondisi yang specifik ; atau debitur dan kreditur dimana  kedua belah pihak saling memberi pinjaman dimana pinjaman tersebut sama nilai dan quantitas nya, dan kedua belah pihak setuju untuk menyelesaikan kan nya melalui cara prinsip settlement atau set-off  dimana kewajiban  membayar hutang-piutang mereka kepada masing masing pihak otomatis di terminasi”.

2.      Muqassah  adalah : “di antara  pihak debitur dan pihak kreditur  saling mempunyai hak (yang dapat di klaim) yang sama karakternya dan kedua belah pihak setuju untuk menghapusnya”.

3.      Muqassah adalah : “ penghapusan hak dan kewaiban yang sama yang telah jatuh tempo”.

Definisi yang pertama sangat jelas indikasinya kalau muqassah terjadi  pada kasus di mana hutang-piutangnya sama karakter dan nilai nya. Dari definisi yang kedua dan ketiga menyediakan kapasitas yang lebih luas untuk penerapan dari muqassah yang dapat diterapkan bukan hanya pada kasus hutang tetapi pada beberapa jenis kewajiban yang lain asalkan sama dalam nilai dan karakternya. Dapat kita simpulkan pula bahwa penerapan dari muqassah dapat di lakukan  hanya apabila kedua pihak setuju, terlepas perjanjian tersebut di buat pada waktu sedang, sebelum atau setelah terjadinya akad.

 

Ada beberapa pendapat yang berbeda di antara para ulama mengenai legalitas dari muqassah. Pendapat pertama, muqassah adalah metode yang di perbolehkan untuk penyelesaian hutang, tetapi bukan  sebagai legalitas suatu prosedur dari penjualan surat hutang atau bay’ al-dayn. Sifat dari muqassah adalah penyelesaian kewajiban yang bukan untuk jual-beli surat hutang. Pendapat yang kedua, penerapan muqassah sebagai suatu pengecualian terhadap bay’ al-dayn, yang di larang  oleh syariah, kecuali dengan kondisi tertentu. Pendapat ketiga mengatakan bahwa muqassah adalah salah satu bentuk karateristik dari transaksi jual-beli surat hutang (bay al-dayn), tetapi pada praktek nya di legalisasi oleh Ijma yang memboleh kan di terapkan nya praktek dari muqassah ini. Al-Sharbini, menilai bahwa essensi dari larangan dalam jual-beli hutang adalah ketika seseorang menjual surat hutang yang bukan milik nya kepada pihak lain, tidak demikian hal nya dengan muqassah.

 Beberapa dari Ulama mencoba untuk mencari relasi dari praktek muqassah ini dari surat Al-Baqara 2:178  yang artinya: “ Hai orang orang yang beriman, di wajibkannya atas kamu, qishaash berkenaan dengan orang orang yang di bunuh ; orang orang yang merdeka, hamba dengan hamba dan wanita dengan wanita. Maka barang siapa yang mendapat suatu pema’afan dari saudara nya, hendak lah (yang memaaf kan ) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang di beri maaf) membayar (diat) kepada yang memberi ma’af dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui sesudah itu, maka bagi nya siksa yang sangat pedih”.

Pada surat al –Baqarah 2:179, : “ Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang orang yang berakal, supaya kamu bertakwa”.

Ada beberapa pendapat yang berbeda daripada para pakar ulama mengenai interpretasi dari kedua surat  al-Baqarah tersebut, adau dua pendapat:  Yang pertama mengatakan bahwa kata ‘qishaash dalam surat tersebut berarti pembalasan dendam atau nyawa di bayar dengan nyawa; atau pada kasus di ma’af kan nya sang pembunuh, keluarga korban yang di bunuh, berhak mendapat sejumlah  uang sebagai  compensasi atau ganti  rugi  (diat) yang layak sebagai ganti hilang nya nyawa dari saudara nya. Sang pembunuh harus membayar sebanyak yang di minta oleh keluarga korban nya yang berhak atas uang ganti rugi itu. Pendapat kedua,  kata ‘qishaashdalam surat al -baqarah tersebut, berarti set-off atau settlement,  suatu bentuk penyelesaian dari pembayaran uang kompensasi (diat) oleh sang pembunuh.  Adapun keluarga dari korban sangat di anjurkan untuk memaaf kan si pembunuh nya.  Diat dalam konteks ini, bukanlah pengganti dari pembalasan dendam yang di maksud oleh pendapat pertama,  melainkan diat adalah sebagai suatu bentuk hukuman yang di perintahkan pada pelaku pembunuhan. Diat dalam situasi ini pada kenyataan nya adalah hutang yang di bebankan kepada sang pembunuh, yang relasi nya sangat mirip dengan prinsip dari pada muqassah dalam  sistim perbankan syariah. Opini yang kedua dari para pakar lebih dapat di terima karena kata  ‘qishaash’ dan relasi nya dengan kata muqassah lebih tepat dan lebih di sukai.

 

Praktek  muqassah  dalam sistim perbankan  syariah terjadi, apabila seorang nasabah melakukan pembayaran hutang dengan cara mentransfer sejumlah uang nya  dari satu rekening nya  ke  dalam rekening lain nya yang dana nya kurang atau kosong.

Ketika Seorang nasabah membuka rekening ke bank dan menyetor kan sejumlah uang nya ke  dalam rekening  nya, maka setoran tersebut menjadi pinjaman kepada bank. Uang yang di setor kan nasabah itu menjadi tanggung jawab bank sepenuh nya. Posisi bank dalam hal ini adalah sebagai debitur dan nasabah sebagai kreditur. Bank tersebut  mempunyai hak untuk melakukan muqassah apa bila di perlukan, yang berhubungan dengan transaksi perbankan dari nasabah nya.

 

Muqassah yang terjadi di antara institusi keuangan atau bank, adalah ketika bank menerima cek dari nasabah nya melalui process kliring. Salah satu fungsi dari kliring house (Bank Indonesia) adalah untuk memprosess transfer settlement (muqassah) antara satu nasabah dengan nasabah yang lain di bank bank yang berlainan, dan antara satu bank dengan bank bank yang lain nya. Transaksi  muqassah juga dapat di lakukan pada transaksi murabahah, kartu kredit dan kartu debit.

 

Reference:

 

INCEIF, 2006, Applied Shariah in Financial Transactions, topic 7 Muqassah.

 

 

Written by Nibrasul  Huda Ibrahim Hosen

 

January 11, 2008.

 

Komentar

Postingan Populer