Prinsip Ekonomi Syariah dengan Akad Musyarakah


 Kata  musyarakah di dalam bahasa Arab berasal dari kata syaraka yang artinya pencampuran atau ke ikut sertaan dua orang atau lebih dalam suatu usaha tertentu dengan sejumlah modal yang di tetapkan berdasarkan perjanjian untuk bersama-sama menjalankan suatu usaha dan pembagian keuntungan dan kerugian dalam bagian yang ditentukan. Musyarakah dapat juga di artikan sebagai akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberi kontribusi dana atau keahlian nya dengan kesepakan bahwa keuntungan dan resiko akan di tanggung bersama.

Para Ulama dari Mazhab Hanafi mendefinisikan musyarakah sebagai akad di antara rekanan/partner pada modal dan profit, disebut juga sebagai syirkah al-aqad atau contractual partnership.

Para Ulama dari  Mazhab Shafi’i mendefinisikan nya sebagai konfirmasi dari hak bersama dari  dua  orang atau lebih terhadap sebuah properti atau di sebut juga syirkah al-mulk.

 Para Ulama dari Mazhab Hanbali  mendefiniskan sebagai hak  bersama dan kebebasan untuk menggunakan hak tersebut.

 Para ULama dari Mazhab Maliki mendefiniskan nya sebagai pemberian izin untuk bertransaksi, di mana setiap orang dari pada rekanan tersebut mendapat izin untuk melakukan transkasi dengan menggunaka properti bersama, sementara itu pada saat yang bersamaan masih memiliki hak untuk bertransaksi pada pihka lain dengan menggunakan properti yang sama.

 Dari semua definisi-definisi musyarakah tersebut di atas, definisi dari mazhab Hanafi lah yang lebih bisa menjelaskan essensi dari transaksi modern mengenai  kontrak kerjasama usaha/ bisnis partnership, dimana bentuk kerjasama nya adalah profit-and-loss-sharing (PLS). Pada sistim kerjasama PLS ini, untung dan rugi di tanggung bersama.

 

 Legalitas dari Musyarakah


Sumber  legalitas dari Musyarakah adalah Al-Qur’an dan Sunnah:

 1.Al-Qur’an:  tafsir dari surat Al Maidah, ayat 2:

  “tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan taqwa”.

 Maksud daripada ayat ini adalah Allah SWT telah berfirman agar manusia saling tolong menolong dan bersama-sama berusaha untuk suatu tujuan yang baik , dengan kata lain Musyarakah  adalah sebuah bentuk usaha atas dasar saling tolong-menolong antara sesama manusia dengan tujuan mendapatkan profit/laba, oleh sebab itu Prinsip dari musyarakah ini sangat di anjurkan dalam agama Islam.

  2.Al-Qur’an: tafsir dari surat Al-Sad  ayat  24 :

  “ dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian dari mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain, kecuali kepada orang –orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh, dan amat sedikitlah mereka ini”.

 Penggalan dari ayat Al-Qur’an ini mendukung keberadaan prinsip dari pada musyarakah, dimana setiap partner dalam bisnis haruslah mempunya akhlak yang baik pada saat melakukan usaha bisnis nya.

 3.Sunnah: Nabi Muhammad SAW dalam bentuk hadist qudsi  mengatakan bahwa Allah telah berfirman:

  “ Aku pihak ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama salah satu nya tidak mengkhianati yang lainnya”.

 Hadist ini memberikan indikasi bahwa Allah akan selalu menjaga  setiap bisnis partner beserta usaha/bisnis bersama mereka. Untuk itu setiap Muslim di anjurkan untuk dapat melakukan kerjasama bisnis, dengan catatat setiap mitra/partner adalah orang yang jujur dan menghormati hak masing-masing dari para mitra bisnisnya.

 

 Syarat dan ketentuan dari  musyarakah

 Syarat dari akad, yaitu ketiga rukun akad harus terpenuhi:

  1. Sighah / Ijab dan qabul
  2. Pihak-pihak yang berkontrak
  3. Subject matter/Modal dan kerja

 Ketentuan mengenai modal:

 Kontribusi modal dapat berbentuk tunai, emas,perak atau benda lain yang nilai nya sama dengan tunai,emas atau perak. Jumhur Ulama telah sepakat akan hal ini dan tidak ada perdebatan mengenai modal untuk aqad musyarakah ini.

  1. Modal dapat berbentuk komoditi, properti atau equipment, dapat pula berbentuk intangible right atau trademark, dan hak yang serupa dengan catatan nilai dalam bentuk tunai nya sama dengan yang sudah di sepakati di antara partner/mitra bisnis.
  2. Para Ulama dari Mazhab Shafi’i dan Maliki mensyaratkan bahwa modal harus di campur agar tidak terjadi nya perlakuan  hak istimewa dalam pengelolalan bisnis diantara  para mitra.
  3. Para Ulama Mazhab Hanafi  tidak mensyaratkan kondisi ini apabila modal dalam bentuk tunai, sementara Para Ulama Mazhab Hanbali tidak menentukan keharusan untuk pencampuran modal.

 

Jenis-jenis akad musyarakah

 Musyarakah di bagi  dalam 2 jenis: syirkah al-inan atau unequal-shares partnership, dan syirkah al-mufawadah atau equal-shares partnership.

 1.Syirkah al-Inan, dimana dua orang atau lebih memberikan penyertaan modal nya dengan porsi yang berbeda, dengan bagi hasil keuntungan  yang di sepakati bersama, dan kerugian yang di derita akan di tanggung sesuai dengan  besar nya porsi modal nya masing-masing. Dalam hal pekerjaan dan tanggung jawab dapat di tentukan dengan kesepakatan bersama dan tidak tergantung dari porsi modal nya, begitu juga dengan keuntungan yang di dapat, tidak tergantung dari porsi modal, di sesuai kan dengan perjanjian di muka.

 Setiap mitra pada syirkah al-inan ini bertindak sebagai wakil daripada mitra yang lain nya dalam hal modal dan pekerjaan yang di lakukan untuk keperluan transaksi bisnis nya. Setiap mitra tidak saling  memberikan jaminan pada  masing masing mitra bisnisnya. Akad musyarakah ini tidak mengikat dan pada saat tertentu, setiap partner/mitra bisnis berhak  memutuskan untuk mengundurkan diri dan membatalkan kontrak kerjasama ini dan menjual saham nya kepada mitra nya atau pihak yang lain yang bersedia menjadi mitra baru dari usaha bisnis tersebut.

 2. Syirkah al-mufawadah, pada  musyarakah jenis ini, setiap partner menyertakan modal yang sama nilai nya, mendapatkan profit sesuai dengan modal nya, begitu juga dengan kerugian, di tanggung bersama-sama sesuai dengan modal nya. Para Ulama dari Mazhab Hanafi mengatakan bahwa setiap partner saling menjamin/garansi bagi partner yang lain nya. Para Ulama dari Mazhab Hanafi dan Zaidi memandang ini sebagai bentuk partnership yang legal. Sementara  para ulama dari mazhab Shafi’i dan Hanbali  memandang bahwa yang di pahami oleh mazhab Hanafi adalah illegal dan tidak mendasar. Pada applikasi modern  jenis syirkah ini dapat di implementasikan sepanjang hak dan kewajiban dari masing-masing partner di sebutkan pada perjanjian  kontrak kerjasama nya. Sesungguh nya syirkah jenis mufawadah sangat sulit di applikasikan karena mulai dari modal, kerja dan keahlian dari setiap partner dalam mengelola bisnis harus semuanya sama porsi nya.

 Di lihat dari modal dan jenis pekerjaan nya Musyarakah dapat di bagi lagi menjadi tiga kelompok:

 1: shirkah al-amwal: modal dalam bentuk uang dimana setiap partner menempat kan dana nya untuk keperluan investasi pada suatu perusahaan komersil.

 2:shirkah al-amal: modal  dalam bentuk kerja, dimana dua orang seprofesi bekerjasama untuk menerima pekerjaan secara bersama dan mengambil keuntungan dari pekerjaan itu.Misal nya: kerjasama dua orang penjahit dalam menerima pekerjaan untuk menjahit seragam kantor.

 3: shirkah al-wujuh: modal dalam bentuk reputasi atau keahlian dalam bisnis, dimana dua orang atau lebih yang tidak memiliki modal sama sekali membeli barang secara kredit dari suatu perusahaan dan menjual kembali pada pihak lain secara tunai.  Keuntungan dari hasil penjualan tesebut di bagi bersama.

  Musyarakah dapat juga di applikasikan ke dalam skema pembiayaan Bank, di antaranya adalah:

 

      1. Pembiayaan Proyek

      Musyarakah dapat di lakukan pada sebuah proyek yang sebagian modal nya di biayai oleh bank dan setelah proyek itu selesai bank dapat melepas ke mitraan nya dan menjual kembali bagian dari saham nya kepada nasabah.

       2.   Pembiayaan L/C

      Musyarakah dapat pula di gunakan untuk pembiayaan export atau import dengan menggunakan letter of credit atau L/C.

 3. Modal Kerja/working capital

 Musyarakah dapat di gunakan juga untuk modal kerja sebuah usaha atau bisnis.

 

 Distribusi Profit/laba

 Ada beberapa syarat dan ketentuan dalam hal pembagian keuntungan dari akad Musyarakah:

  1. Proporsi profit/laba di antara mitra harus di sepakati bersama dimuka dan di tuangkan dalam akad.
  2. Profit rasio harus ditentukan berdasarkan hasil dari keuntungan yang nyata dan tidak harus tergantung dari besarnya modal yang telah di investasikan oleh masing-masing mitra bisnis.
  3. Tidak boleh dalam bentuk nilai yang pasti atau fixed amount tetapi harus dalam bentuk persentase.

 Dalam pembagian profit ini, para Ulama dari Mazhab Maliki dan Shafi’i mempunyai pandangan bahwa sangatlah penting agar legalitas dari Musyarakah ini terjaga apabila pembagian profit sesuai dengan proporsi modal yang di setorkan, misal nya kalau modal nya 30% maka pendapatan profit nya juga harus 30%. Namun Para Ulama dari Mazhab Hanbali mempunyai pandangan yang berbeda, dimana mereka mengatakan bahwa rasio pendapatan keuntungan boleh saja berbeda persentase nya dari modal yang di setor, sepanjang hal itu di sepakat bersama oleh semua bisnis partner nya.

 Sementara itu, para Ulama dari Mazhab Hanafi berpendapat bahwa rasio laba/profit ratio boleh tidak sama dengan rasio modal pada kondisi yang normal. Apabila salah seorang bisnis partner mensyaratkan di dalam akad bahwa beliau tidak akan turut serta dalam mengelola bisnis tersebut, yang hanya akan menjadi sleeping partner dan hanya menyetorkan modal nya saja, maka bagian dari laba yang akan di dapat nya hanya sebatas proporsi modal nya saja/persentase nya sesuai dengan modal yang di setorkan.

 

(Nibrasul Huda Ibrahim Hosen, May 29, 2008 www.pkesinteraktif.com)

 References:

 1.Briefcase Book Edukasi Professional syariah, 2005 “ Cara mudah memahami akad akad syariah, Al-syirkah atau musyarakah”. Penyunting: Dr. M. Firdaus NH, Sofiniah Ghufron, M. Aziz Hakim, Mukhtar Alshodiq.

 2.INCEIF 2006, Applied Shariah in Financial Transactions, Topic 4, Musharakah.

 

 

Komentar

Postingan Populer